Rabu, 20 Maret 2013


Seks Bebas Adat Suku Kreung



Jangan Ditiru ! Mungkin kata-kata keras itulah yang akan diucapkan oleh para orang tua kita ketika mengetahui tradisi yang ada di suku Krueng Kamboja. Bayangkan. Dalam adat mereka, para orang tua  merestui perilaku seks bebas pada anak-anak mereka. Bahkan, para gadis dibuatkan pondokan dibelakang rumah agar bisa berduaan dengan pacarnya. Wow…! Benarkah  ini seks bebas ?

Pondokan itu dibuatkan oleh orang tuaku, agar aku bisa dengan bebas berduaan dengan pacar. Ini adalah cara terbaik bagi suku kami agar kami bisa saling mengenal. Sewaktu-waktu pacarku  boleh datang untuk menginap, namun kalau aku tidak ingin dia menyentuhku maka mereka tidak akan melakukannya,” ungkap Nang Chan, (17) anak gadis suku Krueng.
Biasanya, mereka akan berbicara dan saling tukar pendapat dan kemudian tidur. “Aku mempunyai beberapa pacar, bila ada salah satu yang datang dan cocok dengan suasana hatiku maka kami melakukan hubungan seks didalam pondokan itu. Tapi bila aku sudah tidak suka lagi, mereka harus mencari gadis lainnya,” tutur gadis berambut lurus ini serius.
Nang sejak umur 15 tahun sudah mempunyia pacar. Dan sejak itulah dia pindah ke pondokannya untuk setiasp waktu melakukan pengenalan secara pribadi dengan pacarnya. Sampai sekarang, dia mengaku sudah tidak ingat lagi dengan berapa lelaki dia telah melalui malam di dalam pondokannya.
“Namun sekarang aku mempunyai tiga pacar, dan dalam adat kami aku tidak wajib melakukan melakukan hubungan seks dengan mereka, meskipun mereka tidur disebelahku. Gadis-gadis  disini sangat kuat dalam memegang hal itu, karena tujuan utama kami dipondokkan ini agar kami mendapatkan cinta sejati kami,” tambah Nang dengan bangga.
Seperti gadis-gadis suku Krueng lainnya, sebenarnya Nang sangat takut hamil, namun orang tua suku Krueng mengajari anak-anaknya untuk menjauhkan diri dari hubungan seks secara bebas. Namun mereka diijinkan untuk melakukan hubungan seks hanya dengan lelaki yang benar-benar mereka dicintai.
Jika saja ada gadis suku Krueng yang hamil oleh seseorang lelaki yang sudah tidak mereka cintai, maka bayi akan dibawa pihak lelaki. Kemudian akan dipelihara bersama dengan wanita yang dinikahinya. Sekaligus, si jabang bayi tersebut harus diakui sebagai anak kandung wanita tersebut.
Wah. Bisa dibayangkan, bagaimana kalau adat seperti itu ada di Indonesia. Dipastikan akan terjadi bencana nasional. Bagaiman tidak, lonjakan jumlah penduduk secara drastis. Sebab, angka kelahiran akan melonjak semakin tinggi.
Mengenal Suku Kreungs adalah sebuah suku terpencil yang menetap di kawasan timur laut Kamboja. Mereka hidup damai dikawasan distrik Ratanakiri. Mereka hidup bersahaja dengan memegang adat istiadat yang sangat liberal dan terbuka. Terutama dengan hal-hal yang berbau seksual.
Tentu hal tersebut sangat berbeda dengan adat dan hukum masyarakat melayu, khususnya Indonesia. Karena bisa diancam dengan  Delik perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 KUHP , yaitu, dapat dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan. Delik-delik kesusilaan dalam KUHP terdapat dalam dua bab, yaitu Bab XIV Buku II yang merupakan kejahatan, dan Bab VI Buku III yang termasuk jenis pelanggaran. Wah-wah…Berbeda jauhkan dengan bangsa Kamboja ?
Memang. Lain ladang, lain belalang. Itulah peribahasanya. Sebab dalam kehidupan suku Krueng,  ketika seorang gadis mencapai pertengahan remaja, orang tuanya akan membangun sebuah pondokan dan mendorong mereka untuk bertemu anak laki-laki. Setelah itu mereka diijinkan untuk melewati malam-malam sampai para gadis itu menemukan cinta sejatinya.
Menurut para sesepuh suku Kreung, adat ini ada sejak mereka dilahirkan.
Dengan kata lain bahwa budaya pergaulan bebas bagi anak-anak remaja mereka ini sudah ada sejak jaman dahulu kala. Mereka yakin bahwa ini adalah cara terbaik untuk para keturunan suku Krueng mencari pasangan hidupnya.
Setelah mereka menemukan cinta sejatinya, orang tua akan menikahkan mereka secara resmi dan membangun sebuah rumah untuk hidup dan meneruskna keturunan suku mereka. Mereka percaya, dengan adat tersebut, pernikahan seperti itu akan bertahan jauh lebih lama dan penuh dengan kasih sayang.
Hebatnya, gadis Kreung sangat tahu bagaimana menjaga kesucian mereka, meskipun diberi kebebasan dalam menjalani perilaku seksualitasnya.  Terbukti, para gadis di sini sangat jarang terjadi kasus hamil diluar nikah. Hamil sebelum menikah, bagi mereka adalah salah satu hal yang sangat mereka hindari meskipun mereka mempunyia peilaku seks bebas.
Memang, tradisi ini mungkin akan mengejutkan siapa pun. Tapi ini adalah cara bagaimana orang-orang suku Kreung menangani para remaja mereka. Di zaman modern ini, dimanapun, baik itu di Indonesia, Amerika, Eropa bahkan di negar-negar Timur Tengah  angka perceraian dan perkosaan masih tinggi. Menariknya ! Didalam kehidupan suku Kreung tidak pernah ada kabar kasus perceraian dan pemerkosaan.
Namun begitu, di suku Kreung sekarang sudah didatangi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka datang di suku ini untuk melakukan penyuluhan tentang penggunaan alat bantu pengaman hubungan seks. Jadi, di wilayah ini pendidikan tentang kesadaran seks yang aman dengan menggunakan kondom mulai digalakkan.
Ya. Secara psikologis, masa remaja adalah suatu proses berkembangan manusia untuk bertemu dan berinteraksi dengan masyarakat dewasa. Pada usia ini, seorang anak akan melihat bahwa mereka sudah bukan bayi lagi. Mereka ingin dianggap setara dnegn orang-orqang dewasa disekitarkanya.
Seperti halnya yang dilakukan suku Kreung tersebut. Adat mereka berusha menempatkan para remaja mereka pada tingkatan  yang mereka inginkan. Jadi adat suku tersebut sangat menghormati hak manusia, terutama mereka yang masih remaja dan masuk masa puber.
Seperti, perubahan anak-anak mereka dalam berfikir, suku Kreung sangat memberikan kebebasan. Puang (56), ayah dan Nang Chan mengatakan, “Kita telah belajar dari perjalanan dan sejarah suku kami, bahwa kebebasan bergaul pada anak-anak remaja sangatlah diperlukan agar mereka tidak kurang pergaulan dan bisa-bisa tidak laku jodoh.”
Puang mengatakan, bahwa semakin banyak para remaja mempunyai teman di pergaulan mereka akan cepat dewasa dan tidak menyusahkan orang tua. Mungkin mereka akan bersenang-senang. Tentu saja hal-hal yang terpuji. Agar para remaja Kreung jauh dari hal-hal yang merugikan orang lain. Seperti memperkosa, membunuh, merampok dan sebagainya. “Terbukti kan, di suku kami tidak ada yang namanya perampokan, pembunuhan dan kejahatn lainnya,” ungkap Puang bangga.
Masa remaja, menurut Puang dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri anak dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Diketahui, seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan.
Nah, hematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja inilah mereka mulai menyukai lawan jenisnya. Seperti yang terjadi dalam suku Kreung,  kemauan untuk melakukan hubungan seks, menurut mereka merupakan kejadian yang normal dan netral.
“Ya tergantung pada manusia kan. Bila muncul dorongan seks makan akan disalurkan dengan bagaimana. Menurut kami rasa ingin tahu pada anak yang sedang tumbuh dan yang sedang berkembang harus diberi jawaban. Kalau kita tidak beri jawaban, mereka akan mencari tahu dilaur rumah dan itu sangat berbahaya,” ungkap Puang menegaskan.
Adat yang mereka pegang selama ini adalah bentuk dari tujuan pendidikan seks yang nyata dan sangat manusiawi.”Jadi biarkanlah anak-anak kami ini mengembangkan perilaku seksualnya secara normal. Bila kebebasan seks itu ditempatkan secara wajar dalam kehidupan anak-anak dengan keteguhan hati dan penalaran atau bukan dengan emosi. Maka hal itu akan lebih dari hanya sekedar seks, tapi mereka akan menemukan siapa sebenarny pasanmgan sejati mereka. Terbukti, disuku kami hampir tidak ada orang cerai kecuali ditinggal mati pasangannya,” tutur Puang
Sebagai ayah dari seorang gadis, Li-Mon (55) sangat tidak setuju bila adat mereka dikatakan sebagai budaya seks bebas. “Yang saya tahu, seks bebas itu adalah tingkah laku yang didorong oleh kebebasan mengumbar birahi tanpa didasari tujuan positif didalamnya,” tutur Li-Mon.
Diketahui, di dalam suku Kreung kehamilan diluar nikah sangat jarang terjadi. Bahkan dalam setahun ini hanya ada satu. Itupun karena si gadis agak terganggu pikirannnya dan pulang pulang dari bekerja kota besar.
 Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, Dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat, dari 5% pada tahun 1980-an menjadi 20% di tahun 2000. Kemudian meningkat drastis pada tahun 2010 menjadi 75%.
Hal ini terbukti dalam penelitian dari KOMNAS Perlindungan anak ataupun BKKBN, mengenai perilaku remaja yang melakukan hubungan seks pra nikah. Ironisnya, hal ini bukan hanya menimpa wilayah desa namun juga sudah merambah ke kota-kota besar seperti Medan, Bandung, Jakarta, Surabaya, Dan Yogyakarta.
YAYASAN Kita dan Buah Hati (YKB) selama tahun 2010. Pada penelitiannya menemukan bahwa anak-anak kelas 4-5 SD sudah mengetahui tentang pornografi. Tentu saja hal ini sangat mngejutkan. Bahayanya, kecenderungan perilaku seks bebas dikalangan usia 13 hingga 18 tahun ini tentu saja membawa dampak negative, tidak hanya pada kesehatan alat reproduksi, namun juga pada meningkatnya kasus penularan HIV/AIDS.
Kondisi seperti ini jauh berbeda dengan yang terjadi di kehidupan suku Kreung. Mereka tidak mengenal pornografi. Apalagi bagi adat mereka, anak dibawah umur 15 tahun tidak boleh menjalin hubungan dengan sesame jenis, samapi mereka dibangunkan sebuah pondok. Terbukti, di salah satu suku di Kamboja ini tidak pernah terjadi yang namanya pemerkosaan apalgi penyebaran HIV/AIDS.
Hal ini disebabkan, para remaja suku Kreung sangat menjunjung tinggi akan arti kebebasan itu sendiri. Meskipun mereka mendiami sebuah pondokan yang terpoisah dnegan rumah orang tua, mereka tidak semaunya sendiri melakukan hubungan seks. Dalam hal seksualitas justru mereka sangat berhati-hati dan patuh akan perintah orang tua.
“Saya jamin, seperti halnya kami waktu masih muda dulu, anak-anak kami tidak akan melakukan hubungan seks dengan orang yang tidak mereka yakini sebagi pasangan sejatinya,” imbuh Li-Mon bangga.
Disini ada suatu pesan yang menarik dan membuat kita terhenyak. Yaitu, seks bebas dalam pergaulan suku Kreung adalah sebuah pendidikan kedewasaan agar anak-anak mereka menghargai hak mereka sendiri agar tidak salah dalam memilih pasangan hidup, demi kesejahteraan mereka sendiri. Namun sebaliknya, bagi masyarakat Indonesia, seks bebas adalah semacam bencana nasional yang menimpa generasi muda. Untuk menyelamatkan generasi bangsa ini, apakah kita meski mencontoh adat suku Kreung? (pra)






















1 komentar: