Seks
Bebas Adat Suku Kreung
Jangan
Ditiru ! Mungkin kata-kata keras itulah yang akan diucapkan oleh para orang tua
kita ketika mengetahui tradisi yang ada di suku Krueng Kamboja. Bayangkan.
Dalam adat mereka, para orang tua
merestui perilaku seks bebas pada anak-anak mereka. Bahkan, para gadis
dibuatkan pondokan dibelakang rumah agar bisa berduaan dengan pacarnya. Wow…!
Benarkah ini seks bebas ?
Pondokan
itu dibuatkan oleh orang tuaku, agar aku bisa dengan bebas berduaan dengan pacar.
Ini adalah cara terbaik bagi suku kami agar kami bisa saling mengenal.
Sewaktu-waktu pacarku boleh datang untuk
menginap, namun kalau aku tidak ingin dia menyentuhku maka mereka tidak akan
melakukannya,” ungkap Nang Chan, (17) anak gadis suku Krueng.
Biasanya,
mereka akan berbicara dan saling tukar pendapat dan kemudian tidur. “Aku
mempunyai beberapa pacar, bila ada salah satu yang datang dan cocok dengan
suasana hatiku maka kami melakukan hubungan seks didalam pondokan itu. Tapi
bila aku sudah tidak suka lagi, mereka harus mencari gadis lainnya,” tutur
gadis berambut lurus ini serius.
Nang
sejak umur 15 tahun sudah mempunyia pacar. Dan sejak itulah dia pindah ke
pondokannya untuk setiasp waktu melakukan pengenalan secara pribadi dengan
pacarnya. Sampai sekarang, dia mengaku sudah tidak ingat lagi dengan berapa
lelaki dia telah melalui malam di dalam pondokannya.
“Namun
sekarang aku mempunyai tiga pacar, dan dalam adat kami aku tidak wajib
melakukan melakukan hubungan seks dengan mereka, meskipun mereka tidur
disebelahku. Gadis-gadis disini sangat
kuat dalam memegang hal itu, karena tujuan utama kami dipondokkan ini agar kami
mendapatkan cinta sejati kami,” tambah Nang dengan bangga.
Seperti
gadis-gadis suku Krueng lainnya, sebenarnya Nang sangat takut hamil, namun
orang tua suku Krueng mengajari anak-anaknya untuk menjauhkan diri dari
hubungan seks secara bebas. Namun mereka diijinkan untuk melakukan hubungan
seks hanya dengan lelaki yang benar-benar mereka dicintai.
Jika
saja ada gadis suku Krueng yang hamil oleh seseorang lelaki yang sudah tidak
mereka cintai, maka bayi akan dibawa pihak lelaki. Kemudian akan dipelihara
bersama dengan wanita yang dinikahinya. Sekaligus, si jabang bayi tersebut
harus diakui sebagai anak kandung wanita tersebut.
Wah.
Bisa dibayangkan, bagaimana kalau adat seperti itu ada di Indonesia. Dipastikan
akan terjadi bencana nasional. Bagaiman tidak, lonjakan jumlah penduduk secara
drastis. Sebab, angka kelahiran akan melonjak semakin tinggi.
Mengenal
Suku Kreungs adalah sebuah suku terpencil yang menetap di kawasan timur laut
Kamboja. Mereka hidup damai dikawasan distrik Ratanakiri. Mereka hidup
bersahaja dengan memegang adat istiadat yang sangat liberal dan terbuka.
Terutama dengan hal-hal yang berbau seksual.
Tentu
hal tersebut sangat berbeda dengan adat dan hukum masyarakat melayu, khususnya
Indonesia. Karena bisa diancam dengan
Delik perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 KUHP , yaitu, dapat
dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan. Delik-delik
kesusilaan dalam KUHP terdapat dalam dua bab, yaitu Bab XIV Buku II yang
merupakan kejahatan, dan Bab VI Buku III yang termasuk jenis pelanggaran.
Wah-wah…Berbeda jauhkan dengan bangsa Kamboja ?
Memang.
Lain ladang, lain belalang. Itulah peribahasanya. Sebab dalam kehidupan suku
Krueng, ketika seorang gadis mencapai
pertengahan remaja, orang tuanya akan membangun sebuah pondokan dan mendorong
mereka untuk bertemu anak laki-laki. Setelah itu mereka diijinkan untuk
melewati malam-malam sampai para gadis itu menemukan cinta sejatinya.
Menurut
para sesepuh suku Kreung, adat ini ada sejak mereka dilahirkan.
Dengan
kata lain bahwa budaya pergaulan bebas bagi anak-anak remaja mereka ini sudah
ada sejak jaman dahulu kala. Mereka yakin bahwa ini adalah cara terbaik untuk
para keturunan suku Krueng mencari pasangan hidupnya.
Setelah
mereka menemukan cinta sejatinya, orang tua akan menikahkan mereka secara resmi
dan membangun sebuah rumah untuk hidup dan meneruskna keturunan suku mereka.
Mereka percaya, dengan adat tersebut, pernikahan seperti itu akan bertahan jauh
lebih lama dan penuh dengan kasih sayang.
Hebatnya,
gadis Kreung sangat tahu bagaimana menjaga kesucian mereka, meskipun diberi
kebebasan dalam menjalani perilaku seksualitasnya. Terbukti, para gadis di sini sangat jarang
terjadi kasus hamil diluar nikah. Hamil sebelum menikah, bagi mereka adalah
salah satu hal yang sangat mereka hindari meskipun mereka mempunyia peilaku
seks bebas.
Memang,
tradisi ini mungkin akan mengejutkan siapa pun. Tapi ini adalah cara bagaimana
orang-orang suku Kreung menangani para remaja mereka. Di zaman modern ini,
dimanapun, baik itu di Indonesia, Amerika, Eropa bahkan di negar-negar Timur
Tengah angka perceraian dan perkosaan
masih tinggi. Menariknya ! Didalam kehidupan suku Kreung tidak pernah ada kabar
kasus perceraian dan pemerkosaan.
Namun
begitu, di suku Kreung sekarang sudah didatangi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Mereka datang di suku ini untuk melakukan penyuluhan tentang penggunaan
alat bantu pengaman hubungan seks. Jadi, di wilayah ini pendidikan tentang
kesadaran seks yang aman dengan menggunakan kondom mulai digalakkan.
Ya.
Secara psikologis, masa remaja adalah suatu proses berkembangan manusia untuk
bertemu dan berinteraksi dengan masyarakat dewasa. Pada usia ini, seorang anak
akan melihat bahwa mereka sudah bukan bayi lagi. Mereka ingin dianggap setara
dnegn orang-orqang dewasa disekitarkanya.
Seperti
halnya yang dilakukan suku Kreung tersebut. Adat mereka berusha menempatkan
para remaja mereka pada tingkatan yang
mereka inginkan. Jadi adat suku tersebut sangat menghormati hak manusia,
terutama mereka yang masih remaja dan masuk masa puber.
Seperti,
perubahan anak-anak mereka dalam berfikir, suku Kreung sangat memberikan
kebebasan. Puang (56), ayah dan Nang Chan mengatakan, “Kita telah belajar dari
perjalanan dan sejarah suku kami, bahwa kebebasan bergaul pada anak-anak remaja
sangatlah diperlukan agar mereka tidak kurang pergaulan dan bisa-bisa tidak
laku jodoh.”
Puang
mengatakan, bahwa semakin banyak para remaja mempunyai teman di pergaulan
mereka akan cepat dewasa dan tidak menyusahkan orang tua. Mungkin mereka akan
bersenang-senang. Tentu saja hal-hal yang terpuji. Agar para remaja Kreung jauh
dari hal-hal yang merugikan orang lain. Seperti memperkosa, membunuh, merampok
dan sebagainya. “Terbukti kan, di suku kami tidak ada yang namanya perampokan,
pembunuhan dan kejahatn lainnya,” ungkap Puang bangga.
Masa
remaja, menurut Puang dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada
diri anak dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Diketahui, seiring
dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami perkembangan
dan pada akhirnya akan mengalami kematangan.
Nah,
hematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja inilah mereka
mulai menyukai lawan jenisnya. Seperti yang terjadi dalam suku Kreung, kemauan untuk melakukan hubungan seks,
menurut mereka merupakan kejadian yang normal dan netral.
“Ya
tergantung pada manusia kan. Bila muncul dorongan seks makan akan disalurkan
dengan bagaimana. Menurut kami rasa ingin tahu pada anak yang sedang tumbuh dan
yang sedang berkembang harus diberi jawaban. Kalau kita tidak beri jawaban,
mereka akan mencari tahu dilaur rumah dan itu sangat berbahaya,” ungkap Puang
menegaskan.
Adat
yang mereka pegang selama ini adalah bentuk dari tujuan pendidikan seks yang
nyata dan sangat manusiawi.”Jadi biarkanlah anak-anak kami ini mengembangkan
perilaku seksualnya secara normal. Bila kebebasan seks itu ditempatkan secara
wajar dalam kehidupan anak-anak dengan keteguhan hati dan penalaran atau bukan
dengan emosi. Maka hal itu akan lebih dari hanya sekedar seks, tapi mereka akan
menemukan siapa sebenarny pasanmgan sejati mereka. Terbukti, disuku kami hampir
tidak ada orang cerai kecuali ditinggal mati pasangannya,” tutur Puang
Sebagai
ayah dari seorang gadis, Li-Mon (55) sangat tidak setuju bila adat mereka
dikatakan sebagai budaya seks bebas. “Yang saya tahu, seks bebas itu adalah
tingkah laku yang didorong oleh kebebasan mengumbar birahi tanpa didasari
tujuan positif didalamnya,” tutur Li-Mon.
Diketahui,
di dalam suku Kreung kehamilan diluar nikah sangat jarang terjadi. Bahkan dalam
setahun ini hanya ada satu. Itupun karena si gadis agak terganggu pikirannnya
dan pulang pulang dari bekerja kota besar.
Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, Dari
tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin
meningkat, dari 5% pada tahun 1980-an menjadi 20% di tahun 2000. Kemudian
meningkat drastis pada tahun 2010 menjadi 75%.
Hal
ini terbukti dalam penelitian dari KOMNAS Perlindungan anak ataupun BKKBN,
mengenai perilaku remaja yang melakukan hubungan seks pra nikah. Ironisnya, hal
ini bukan hanya menimpa wilayah desa namun juga sudah merambah ke kota-kota
besar seperti Medan, Bandung, Jakarta, Surabaya, Dan Yogyakarta.
YAYASAN
Kita dan Buah Hati (YKB) selama tahun 2010. Pada penelitiannya menemukan bahwa
anak-anak kelas 4-5 SD sudah mengetahui tentang pornografi. Tentu saja hal ini
sangat mngejutkan. Bahayanya, kecenderungan perilaku seks bebas dikalangan usia
13 hingga 18 tahun ini tentu saja membawa dampak negative, tidak hanya pada
kesehatan alat reproduksi, namun juga pada meningkatnya kasus penularan
HIV/AIDS.
Kondisi
seperti ini jauh berbeda dengan yang terjadi di kehidupan suku Kreung. Mereka
tidak mengenal pornografi. Apalagi bagi adat mereka, anak dibawah umur 15 tahun
tidak boleh menjalin hubungan dengan sesame jenis, samapi mereka dibangunkan
sebuah pondok. Terbukti, di salah satu suku di Kamboja ini tidak pernah terjadi
yang namanya pemerkosaan apalgi penyebaran HIV/AIDS.
Hal
ini disebabkan, para remaja suku Kreung sangat menjunjung tinggi akan arti
kebebasan itu sendiri. Meskipun mereka mendiami sebuah pondokan yang terpoisah
dnegan rumah orang tua, mereka tidak semaunya sendiri melakukan hubungan seks.
Dalam hal seksualitas justru mereka sangat berhati-hati dan patuh akan perintah
orang tua.
“Saya
jamin, seperti halnya kami waktu masih muda dulu, anak-anak kami tidak akan
melakukan hubungan seks dengan orang yang tidak mereka yakini sebagi pasangan
sejatinya,” imbuh Li-Mon bangga.
Disini
ada suatu pesan yang menarik dan membuat kita terhenyak. Yaitu, seks bebas
dalam pergaulan suku Kreung adalah sebuah pendidikan kedewasaan agar anak-anak
mereka menghargai hak mereka sendiri agar tidak salah dalam memilih pasangan
hidup, demi kesejahteraan mereka sendiri. Namun sebaliknya, bagi masyarakat
Indonesia, seks bebas adalah semacam bencana nasional yang menimpa generasi
muda. Untuk menyelamatkan generasi bangsa ini, apakah kita meski mencontoh adat
suku Kreung? (pra)
nauzubilah mindzalik
BalasHapus