Kamis, 21 Maret 2013


Harta Jenderal Djoko Dijarah Warga

Hari Rabu pagi, 20 Maret 2013, sekelompok orang nampak berduyun-duyun, menuju lahan kebun milik Djoko Susilo, tersangka kasus korupsi Simulator SIM. Tidak tanggung-tanggung, mereka membawa sabit, parang, cangkul dan karung. Lantas siapa mereka ? Setelah diamati, mereka ternyata warga Desa Kumpay, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Mau apa mereka? Lagi-lagi, puluhan bapak-bapak itu ingin masuk ke lahan yang sudah disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal beberapa waktu lalu mereka selalu diusir danm bahkan diancam akan ditembak bila memaksa masuk ke kebuh milik jenderal polisi itu.
Namun kali ini, para lelaki itu seolah tidak peduli dengan ancaman yang pernah mereka alami sebelumnya. Di atas hamparan lahan yang lebih mirip kebun bintang mini tersebut memang terlihat lengang. Suasananya terkesan sepi dan suram seperti tidak terurus dengan baik. Sedangkan hamparan rumput dan semak liar mulai tumbuh tidak beraturan seperti tidak pernah dirapikan.
Sementara itu, disekitar bangunan villa terdapat beberapa binatang rusa yang nampak kurus dan kotor. Mungkinkah mereka ikut nelangsa merasakan nasih majikannya yang terjerat urusan hukum dengan KPK ?
Sepertinya, para warga tidak peduli dengan semua itu. Tidak menunggu lama, mereka mulai menyerbu masuk dan segera melakukan aksinya dengan arit, parang dan cangkul mereka. Beberapa warga menyebar kearah belakang vila, sementara lainnya berada tanahk lapang didepan villa.
Tidak ayal, dalam waktu singkat karung-karung merekapun mulai terisi penuh dengan rumput yang subur dan gemuk-gemuk. Ya…? Mereka ternyata bermaksud mencari rumput segar untuk bintang ternak dan kayu bakar untuk dapur mereka dirumah.  
"Ya mumpung nggak ada penjaganya, kita cari rumput disini. Biasanya kami dibentak, diusir keluar dan diancam mau ditembak kalau mau masuk lahan ini lagi," kata Asep (35) salah satu warga setempat.  
Seperti diiyakan oleh warga lainnya, penjaga kebun binatang  mini milik mantan Kepala Korp Lalu-Lintas (Korlantas) Mabes Polri ini dikenal cukup galak.  "Dulu, kalau kami nekad mau masuk untuk mencari rumput selalu diancam akan ditembak oleh penjaga kebun ini," timpal Dayat (45) warga setempat.
Selain mencari rumput, mereka ternyata memasang patok-patok kayu seperti membuat batas tanah. “Kami juga ingin memanfaatkan lahan terlantar ini untuk ditanami nanas. Lagi pula kan mubazir kalau tidak dimanfaatkan. O iya, kami juga setuju kalau kami disuruh bayar pajak. Asalkan harga pajaknya yang masuk akal saja,” ungkap Dayat.
Asep dan Dayat serta teman-temanya mengaku bersyukur karena saat ini bisa dengan leluasa mencari rumput dan kayu bakar di tempat itu. Mereka bebas beraksi setelah KPK resmi melakukan penyegelan atas kepemilikan lahan Djoko sepekan lalu.





"Kami ikut senang pak Djoko ditangkap KPK. Kalau nggak disegel KPK kami nggak mungkin bisa mencari rumput dan kayu bakar sebebas ini, terima kasih KPK," ujar Dayat.
Sedangkan Iyan Sofyan (40), penjaga kebun milik mantan Direktur Akpol itu mengaku maklum dengan perilaku para warga desa yang senang seperti mendapat durian tersebut.
"Ya mau bagaimana lagi, sejak KPK menyegel kebun ini, saya membebaskan mereka untuk mencari rumput dan kayu bakar disini. Asalkan mereka tidak merusak asset yang ada didalam kebun ini," ujar Iyan.yang sudah dua tahun bekerja sebagai penjaga kebun itu.
Iyan menyebutkan, kebun  milik majikannya ini luasnya lebih dari 60 hektare. Didalamnya ada tiga buah vila mewah. Yang satu berarsitektur rumah kayu moderen dua lantai, dua vila lainnya masing-masing dilengkapi kolam ikan.
Disisi lainnya, terdapat kandang kuda, kandang sapi dan kandang rusa. "Semua kandang-kadang itu sebenarnya masih bagus. Hanya saja binatangnya yang ada tinggal rusa sebanyak empat ekor. Awalnya, juragan saya mau menjadikan area ini untuk lokasi wisata," ujar Iyan menjelaskan.
Melihat tingkah para warga tersebut, Kepala Desa Kumpay, N.Fai Suparmi, mengaku setuju-setuju saja dengan keinginan warganya. "Daripada terlantar dan mubazir, ya mendingan digarap warga saja. Toh kan nggak membuat pengrusakan. Jadi saya pikir yang baiarin sajalah. Kasihan mereka orang-orang yang kreatif dan ingin mendapat tambahan penghasilan?" ujarnya.
Selain bisa memberikan penghasilan tambahan, tutur Suparmi, pihak desa juga tidak akan kehilangan penghasilan pajak dari lahan tersebut. "Kami bisa memungut pajak dari para penggarapnya," katanya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Wahyudin Suhenda. "Kami juga setuju kalau tanah itu digarap oleh warga biar nggak jadi telantar dan diserobot orang," ujarnya.
Ia menyebutkan, di desanya terdapat 50, 68 hektare lahan milik mantan Direktur Korlantas dan Direktur Akpol itu. Ada pun yang berada di Desa Kumpay, luasnya mencapai 46 hektare, bukan 90 hektare yang selama sering disebut-sebut dipemberitaan.
Dikabarkan, KPK telah melakukan penyitaan vila dan puluhan hektare tanah di Subang, Jawa Barat, yang diduga milik Inspektur Jenderal Djoko Susilo, tersangka kasus korupsi simulator alat kemudi. Di lahan yang cukup luas tersebut, dipelihara aneka satwa. “Luasnya sekitar 20-25 hektare,” ujar juru bicara KPK, Johan Budi, di kantornya, Kamis (21 Maret 2013).
Memang, puluhan hektare lahan milik Jenderal Djoko itu terletak di Desa Kumpay, Kecamatan Jalancagak, dan Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang, Jawa Barat, telah disita tim komisi antirasuah sejak tanggal 12 Maret 2013 lalu.
“Lihat saja, lahan itu sudah ada plang kayu bertulisan, Tanah dan bangunan ini disita’,” ungkap Encang (45) warga setempat. Dia mengatakan, di Desa Kumpay, lahan yang disita seluas 90 hektare. Adapun di Desa Cirangkong seluas 60 hektare.
Lahan di Desa Kumpay, termasuk tanah yang subuh dan cocok untuk pertanian. Sebagian besar ditanami lahan itu ditanami pohon produktif dan ada tempat peristirahatannya. Kabarnya lahan ini biasanya untuk dijadikan lokasi perburuan dan peristirahatan.
“Makanya warga Desa Kumpay sini menyebutnya kebun bintang mini. Sebab didalamnya ada banyak binatang, seperti kuda, sapid an rusa,” ujar Enceng sambil meelmparkan pandangan matanya kearah lahan yanmg tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Adapun lahan satunya letaknya bersebelahan namun secara wilayah masuk ke Desa Cirangkong. Sebetulnya tanah kebun tersebut masih satu hamparan, yaitu di sebelah utara lereng perbukitan Kumpay.
Menuturkan warga sekitar, lahan tersebut dibeli sekitar lima tahun yang lalu. Mulanya, ada beberapa orang datang dan mengaku suruhan Jenderal Djoko. Mereka bermaksud membeli tanah warga sekitar yang mau dijual.
Jadi, penyitaan yang dilakukan KPK atas harta Djoko dikawasan ini telah menambah panjang daftar harta milik jenderal koruptor tersbut. KPK sebelumnya menyita 35 aset. Mulai rumah, apartemen, lahan, hingga tiga stasiun pengisian bahan bakar umum. Aset tersebut tersebar di sejumlah daerah di Indonesia hingga Australia. Terakhir, KPK menyita rumah dan tanah di Bali. Total aset yang disita, menurut Johan, sekitar Rp 100 miliar.















*Daftar harta Djoko yang disita KPK, sampai Kamis (21 Maret 2013):

1. Rumah Mewah
- Jumlah: sedikitnya 28 unit
- Tahun pembelian: sebagian setelah 2010
- Atas nama: istri dan kerabat
- Lokasi: Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Solo, Depok, Jawa Barat

2. Bus
- Jumlah: 6 unit
- Tahun pembelian: sekitar 2011
- Atas nama: serabat, dikelola anggota Polres Gunungkidul
- Lokasi: Gunungkidul, Yogyakarta

3. Pom Bensin
- Jumlah: 3 unit
- Tahun pembelian: sebelum 2010
- Atas nama: keluarga dan kolega
- Lokasi: Penjaringan (Jakarta Utara), Ciawi (Bogor), dan Kendal (Jawa Tengah)

4. "Kebun Binatang"
- Jumlah: 1 unit
- Tahun pembelian: 2008
- Luas: 90 hektare
- Atas nama: kolega Djoko
- Lokasi: Desa Kumpay, Subang, Jawa Barat

5. Mobil
- Jumlah: 4 unit
- Tahun pembelian: belum diketahui
- Atas nama: orang lain
- Jenis: Toyota Harrier, Jeep Wrangler, Nisan Serena, Toyota Avanza
- Lokasi: Jakarta

6. Sawah/Tanah
- Jumlah: belasan petak
- Tahun pembelian: sebagian setelah 2010
- Atas nama: kolega
- Lokasi: di antaranya Cirangkong, Subang, Jawa Barat, 60 hektare; Tambanan, Bali, 8,5 hektare; Madiun, Jawa Timur; Kendal, Jawa Tengah.


* Djoko Mulai Menyanyi
Setelah istirahat beberapa waktu,  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (18 Maret 2013) kembali memeriksa tersangka utama kasus dugaan korupsi, pengadaan simulator kemudi Irjen Djoko Susilo.
Juniver Girsang, selaku salah satu pengacara Djoko.mengatakan, Djoko dicecar pertanyaan oleh KPK seputar prosedur proyek pengadaaan simulator.
"Hari ini kami diperiksa kemali dan diberipertanyaan seputar simulator. Intinya mengenai simulator dan kemudian bagaimana realisasi daripada simulator itu," ujar Juniver.
Di hadapan penyidik KPK, Djoko berusaha menjelaskan, bahwa proyek pengadaan simulator tersebut, sejak awal sudah mendapat persetujuan dan restu dari para pimpinan Polri. Bahkan secara panjang lebar, Djoko menjelaskan bagaimana proses pengadaan proyek, dan bagaimana persetujuan dari pimpinan terhadap pengadaan simulator ini berhasil dia dapatkan.
Sayangnya, Juniver tidak sudi menyebutkan dengan jelas identitas pimpinan Kepolisian yang disebut Djoko. Sebab para pimpinan Polri tersebut disebut Djoko telah memberi restu atas proyek bernilai Rp 198,6 miliar itu.
Sementara itu KPK menduga dibalik nilai tersebut dicurigai ada upaya penggelembungan harga yang kemudian dikatahui merugikan negara sebanyak Rp 100 miliar lebih.
"Kalau mau tahu siapa yang dimaksud pimpinan yang disebut pak Djoko itu saya tidak berwenang menyebutnya disini. Biarlah pak Djoko sendiri yang menjawab pertanyaan ini," sanggah Juniver.
Memang. Beberapa waktu terakhir ini, sejumlah nama pejabat tinggi Polri mulai muncul terkait peranannya dalam suksesnya pengadaan simulator. Setidaknya, dari nyanyian Djoko terkait restu dari para petinggi Polri, mulai bisa mengurai benang merahnya.
Seperti halnya, Wakil Kapolri Komjen Nanan Sukarna. Dia sudah diperiksa KPK terkait dugaan memuluskan proyek tender. Saat itu Nanan masih menjabat sebagai Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri.
Pada, Rabu (6 Maret 2013) pukul 09.30, Nanan mendatangi panggilan KPK dan sementara ini masih diperiksa sebagai saksi. "Ya, dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DS," kata Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha, Rabu (6 Maret 2013) lalu.
Diketahui, selain Djoko, pejabat pembuat komitmen Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Budi Susanto, dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang juga dijadikan tersangka.
Sedangkan nama lain yang kerap disebut adalah Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo. Sebab, Kapolri sempat memberikan tekanan pada panitian pengadaan untuk memberi keputusan dan penetapan calon pemenang lelang proyek simulator, yang tidak lain adalah PT Citra Mandiri Metalindo Abadi.
Nah. Dari sini nampaknya mulai kian jelas benang merahnya. Beberapa waktu lalu Mabes Polri enggan menyerahkan penyidikan kasus korupsi pengadaan simulator ini kepada KPK.
Terbukti, muncul beberapa lembar salinan surat keputusan tentang penetapan pemenang tender pengadaan simulator ujian SIM senilai Rp 142,4 miliar tersebut. Asal tahu saja, surat itu ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Wah ! Didalam surat itu berjudul, Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan logo resmi Mabes Polri. Nomor surat itu adalah Kep/193/IV/2011 bertanggal 8 April 2011.
Isinya ada dua poin: mempertimbangkan dan menetapkan. Lantas ada 11 poin lain yang tercantum dalam bagian, mempertimbangkan. Ini mengindikasikan bahwa pengadaan simulator ujian SIM ini merupakan program resmi Mabes Polri.
Terus. Pada bagian menetapkan, disebutkan bahwa Kapolri menetapkan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi yang beralamat di Jl. Raya Narogong Km 11,5 Pangkalan 2, Bantargebang, Bekasi, sebagai pemenang lelang. Bagian itu juga menjelaskan bahwa nilai kontrak pengadaan ‘driving simulator uji klinik pengemudi roda empat’ ini adalah Rp 142, 4 miliar.
Nah, di bagian akhir suratnya, Kapolri meminta Kepala Korps Lalu Lintas Polri selaku kuasa pengguna anggaran agar segera menindaklanjuti ke proses selanjutnya. Kepala Korlantas saat itu, Irjen Djoko Susilo, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dengan adanya surat ini, besar kemungkinan KPK harus memanggil Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk diperiksa. Mungkin setidaknya sebagai saksi.
Namun, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar kemarin menjelaskan bahwa surat Kapolri tersebut, hanyalah pengesahan atas hasil penetapan tender. “Itu kan hanya prosedur administrasi saja,” kata dia.(pra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar